Kanker serviks atau dikenal dengan kanker leher rahim merupakan salah satu penyebab utama kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Setiap tahunnya di dunia lebih kurang terjadi 500 ribu kasus kanker leher rahim dan separuh diantaranya tidak tertolong terutama di negara berkembang, seperti Indonesia. Kanker leher rahim disebabkan oleh infeksi HPV (Human Papilloma Virus) yang diketahui juga sebagai virus yang menginfeksi kulit dan membran mukosa manusia.
Di seluruh dunia, ada lebih dari 440 juta individu dengan infeksi HPV. Setiap tahun lebih dari 500 ribu terdapat kasus kanker leher rahim, sebagian besar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2003 sampai 2004, setiap waktu 80% wanita terinfeksi HPV umur 50 tahun dan dari 9 juta wanita yang telah melakukan hubungan seksual umur 15-24 tahun juga terinfeksi sedikitnya satu jenis HPV, hal ini dikarenakan infeksi HPV biasanya tanpa disertai gejala sehingga banyak orang yang tak menyadari kalau dirinya terinfeksi kanker leher rahim.
HPV memiliki hampir 100 tipe yang masing-masing diberi nomor untuk membedakan satu dengan yang lainnya. Sekitar 85 tipe telah teridentifikasi dengan menggunakan teknik sekuensing DNA. Ke-85 tipe tersebut dibedakan atas HPV high risk dan HPV low risk. HPV yang dapat menyebabkan kanker adalah HPV genital tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 52, dan 58. Lebih dari 75% kanker serviks disebabkan HPV tipe 16 dan 18.
HPV dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia, displasia inilah yang dapat berkembang menjadi kanker. Kanker leher rahim berasal dari 90% sel skuamosa (sel-sel yang melapisi leher rahim) dan 10% berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran yang menuju uterus. Sel yang terinfeksi HPV menyebabkan metabolisme selnya menjadi tidak normal sehingga menyebabkan perubahan terhadap sel-sel normal menjadi sel-sel yang abnormal. Para dokter menyebut sel abnormal tersebut sebagai pra-kanker sedangkan perubahan awal pra-kanker pada permukaan sel disebut displasia atau lesi intra epithelial squamosa. Banyaknya kasus yang terjadi menyebabkan perlu dicari berbagai metoda pemeriksaan agar dapat dideteksi dini sehingga efektif terhadap kanker yaitu dengan Pap Smear dan deteksi DNA HPV.
Teknik Deteksi Kanker leher rahim
Banyak teknik yang digunakan untuk mendeteksi kanker serviks sejak dini. Teknik-teknik tersebut diantaranya teknik Pap smear, IVA, Kolposkopi, PCR, dan HC-II.
Tes Pap Smear adalah suatu tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel epitel serviks. Test ini ditemukan pertama kali oleh Dr. George Papanicolou, sehingga dinamakan Pap smear test. WHO merekombinasikan semua wanita yang telah menikah atau telah melakukan hubungan seksual untuk menjalani pemeriksaan Pap smear minimal setahun sekali sampai usia 70 tahun. Pap smear sreening dapat mengidentifikasi adanya potensi prekanker, pemeriksaan sitologi konvensional ini digunakan untuk merupakan pemeriksaan untuk melihat sel-sel epitel serviks dengan pengambilan sampel sel yang dibuat preparat dan dilihat di bawah mikroskop. Pengamatan tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi sel-sel serviks apakah masih normal atau sudah mengalami perubahan.
Beberapa sel abnormal dapat menjadi pre-kanker dan dapat berubah menjadi sel-sel kanker. Perubahan sel-sel epitelium serviks yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan beberapa tindakan pengobatan diambil sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker.
Tes DNA HPV adalah suatu tes berbasis molekular dimana tes ini bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya virus tersebut di dalam tubuh kita. Terdapat dua teknik untuk mengetahui ada tidaknya virus penyebab kanker, yaitu dengan PCR dan HC-II. PCR (Polymerase Chain Reaction), pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1985. Pada tahun 1990 Ting dan Manos telah mengembangkan suatu metode deteksi HPV dengan PCR. Teknik HC-II (Hybrid Capture® II), teknik ini yang merupakan teknologi terbaru dibidang biologi molekuler. HC-II pada intinya adalah melakukan teknik hibridisasi yang dapat mendeteksi semua tipe HPV high risk pada seseorang yang diduga memiliki virus HPV dalam tubuhnya. Penggunaan teknik komputerisasi dilakukan untuk pemeriksaan di tingkat DNA dan RNA, apakah terdapat kemungkinan pasien tersebut sudah terinfeksi HPV. Jika teknik Pap smear memeriksa adanya perubahan pada sel (sitologi), teknik HC-II memeriksa pada kondisi yang lebih awal yaitu terdapatnya kemungkinan seseorang terinfeksi HPV di dalam tubuhnya sebelum virus tersebut membuat perubahan pada serviks yang akhirnya dapat mengakibakan terjadinya kanker serviks.
Tes DNA HPV dengan PCR atau HC-II yang dipadukan dengan test sitologi seperti Pap smear telah diketahui bahwa metode tersebut merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi tanda awal kanker serviks.